Thursday, December 30, 2021

REVIEW FILM THE MATRIX RESURRECTIONS (2021)



Jadi pil mana yang bakal kau pilih? biru atau merah? terserah Neo.

Selepas trilogi film aslinya yang sangat luar biasa, terutama dua film pertamanya, sutradara Lana Wachowski ternyata benar-benar menggarap film baru ini dengan durasi yang panjang, nyaris mencapai dua setengah jam. Apakah hasilnya memuaskan?

Di satu sisi, saya ingin sekali film ini bisa sebagus trilogi film aslinya, tapi kenyataannya tidak tercapai, meskipun sebenarnya sudah ada usaha maksimal untuk itu. Dari segi aksi, film ini tetap bagus, tapi dari segi cerita maupun aspek filosofi seperti trilogi film aslinya, malah menurun walau tidak sampai drastis penurunannya.

Beruntung Keanu Reeves masih bersedia tampil lagi sebagai Neo alias Thomas Anderson meskipun dari wajah malah mirip John Wick. Aspek WHOA seperti yang terucap dari mulut Neo seperti di film pertamanya mungkin masih bisa terjadi pada beberapa aspek efek visualnya yang tetap ciamik seperti adegan human bomb itu, begitu pula pada adegan endingnya yang eksplosif di mana Neo rupanya masih tetap sakti seperti dulu.

Carrie-Anne Moss yang sangat menawan sebagai Trinity di trilogi film aslinya juga muncul lagi. Kehadiran Trinity dan Neo beserta aspek cinta keduanya sungguh terasa romantis. Namun ketidakhadiran Laurence Fishburne sebagai Morpheus dan Hugo Weaving sebagai agen Smith memang membuat kehebatan film ini sangat berkurang. Yahya Abdul Mateen maupun Jonathan Groff sebagai pengganti keduanya sesungguhnya sudah berupaya keras untuk tampil bagus.

Mungkin bagi pecinta trilogi film aslinya, film baru ini terasa begitu kurang, tetapi bagi generasi milenial yang belum pernah menonton trilogi film aslinya, bisa jadi malah terhibur dan syukur-syukur mau menonton trilogi film aslinya.

CONTOH TERJEMAHAN NOVEL THE IPCRESS FILE

 

Harry, sang tokoh utama.

PROLOG

 

Tembusan kepada: no. 1. Tembusan 2.

Tindakan: W.O.O.C.(P).

Asal: Kabinet.

Otoritas: PH6.

Catatan: Mohon persiapkan hasil Berkas M/1993/GH 222223 untuk Sekretaris Parlemen Menteri Pertahanan

MEREKA datang melalui jalur (sepenuhnya terbuka) langsung sekitar pukul setengah tiga siang itu. Pak Menteri tidak cukup memahami beberapa aspek dalam hasil dari berkas tersebut. Barangkali aku dapat bertemu dengan Pak Menteri.

Barangkali.

Kediaman Pak Menteri menghadap Alun-Alun Trafalgar dan dibangun layaknya Oliver Messel melakukannya untuk Oscar Wilde. Beliau duduk di Sheraton, aku duduk di Hepplewhite dan kami saling mengintip satu sama lain melalui tumbuhan aspidistra.

“Ceritakan padaku tentang keseluruhan cerita ini dengan kata-katamu sendiri, Teman Lama. Rokok?”

Aku ingin tahu kata-kata siapa yang mungkin kugunakan saat beliau menyibak daun aspidistra itu dengan kotak rokok tipis warna emas miliknya. Aku mengalahkan beliau dengan sekotak rokok Gauloises yang kusut; aku tidak tahu bagaimana memulainya.

“Aku tidak tahu dari mana harus memulai,” kataku. “Dokumen pertama dalam berkas itu…”

Pak Menteri melambaikan tangan kepadaku. “Lupakan berkas itu, teman lamaku, ceritakan padaku menurut versimu sendiri. Mulai saja dengan pertemuan pertamamu dengan orang ini…” beliau melihat di buku kecil Maroko miliknya, “Jay. Ceritakan padaku tentang dia.”

“Jay. Nama kodenya berubah menjadi Kotak Empat,” kataku.

“Itu sangat membingungkan,” kata Pak Menteri, dan beliau menulisnya dalam bukunya.

“Cerita ini memang sangat membingungkan,” aku menuturkan kepada beliau. “Aku berada dalam bisnis yang membingungkan.”

Pak Menteri berkata, “Cukup,” berulangkali, dan aku meletakkan seperempat inci abu rokok dalam asbak Kashan warna biru.

“Aku tengah berada di kediaman Lederer sekitar pukul satu dinihari saat pertama kali aku melihat Jay.” kataku meneruskan cerita.

“Kediaman Lederer?” kata Pak Menteri. “Apa itu?”

“Akan sangat sulit bagiku jika aku harus menjawab pertanyaan saat aku meneruskan cerita,” kataku. “Jika itu sama saja bagi anda, Pak Menteri, aku lebih suka jika anda mencatat semua pertanyaan anda dan menanyakannya setelah ini semua selesai.”

“Teman lamaku, tidak ada kata lagi, aku berjanji.”

Dan selama penjelasan lengkap yang kuutarakan, beliau tidak pernah bertanya lagi.

 

BAB 1

 

[Aquarius (20 Januari – 19 Februari) Hari yang sulit. Kau akan menghadapi masalah yang bervariasi. Bertemu teman-teman dan melakukan berbagai kunjungan. Hal ini akan membantumu menjadi lebih teratur.]

AKU TIDAK peduli apapun katamu, 18.000 poundsterling merupakan uang yang sangat banyak. Pemerintah Inggris telah memberikan instruksi kepadaku untuk membayarkannya kepada sang pria yang duduk di meja pojok dan sekarang tengah melakukan ritual pembunuhan terhadap pasta krim dengan menggunakan pisau dan garpu.

Jay, demikian Pemerintah menyebut nama pria ini. Matanya kecil seperti babi, kumisnya lebar, dan memakai sepatu buatan tangan yang aku tahu berukuran sepuluh. Dia berjalan sedikit terpincang-pincang dan memiliki kebiasaan menekan alisnya dengan ibu jari. Aku mengenali dia seperti aku mengenali orang lainnya karena aku telah melihat film tentang dia di bioskop mini pribadi di Jalan Charlotte, setiap hari sebulan.

Tepat sebulan sebelumnya aku tidak pernah tahu siapa itu Jay. Tiga minggu masa pemutusan kontrak kerjaku telah usai. Aku telah menggunakannya sedikit atau tidak sama sekali kecuali kau telah bersiap mempertimbangkan untuk meringkasnya dengan bantuan koleksi buku sejarah militer milikku tentang pekerjaan yang cocok bagi pria dewasa. Tidak banyak temanku yang sesiap itu.

Aku bangun dan berkata kepada diriku sendiri “Sekarang Saatnya” tetapi aku seperti tidak ingin bangun tidur dengan semangat yang sama. Aku dapat mendengar suara hujan bahkan sebelum membuka korden. Bulan Desember di London, pohon yang tertutup jelaga di luar rumah mencambuki dirinya sendiri sehingga menimbulkan kegaduhan yang luar biasa. Aku cepat-cepat menutup korden, menari melintasi lantai yang sedingin es, membaca cepat koran pagi, dan duduk menunggu teko mendidih. Aku berjuang keras memakai satu-satunya dasi wolku yang gelap – sutra biru dan merah dengan desain persegi – tapi harus menunggu kedatangan taksi dalam empat puluh menit. Para sopir taksi sangat tidak suka datang ke selatan Thames, kau tahu itu.

Sungguh hal yang membuatku kurang nyaman saat mengatakan “kantor perang” kepada para sopir taksi; di satu waktu aku harus mengatakan kepada mereka supaya berhenti di salah satu bar di Whitehall, atau berkata “akan kuberitahu saat harus berhenti” hanya untuk menghindari aku supaya tidak berkata “kantor perang”. Ketika aku keluar dari taksi, sopirnya telah memberhentikan aku di depan pintu masuk Whitehall Place dan aku harus berjalan melintasi beberapa blok menuju pintu masuk Horseguards Avenue. Kendaraan Sang Juara diparkir di sana, pengemudi berleher merah berkata “ambil itu satu” pada si kopral baik hati bercelana jengki. Prajurit berusia sama kurasa. Lorong panjang mirip WC itu tampak gelap dan kotor, dan kartu-kartu putih kecil dengan tulisan militer yang presisi tertempel di setiap pintu bercat hijau: GS3, Mayor ini, Kolonel itu, Para Tuan yang terhormat, dan ruangan minum teh tanpa nama yang aneh di mana sekumpulan wanita tua berkacamata yang ceria bermunculan saat tidak mempraktekkan alkemi di dalamnya. Ruangan 134 mirip seperti yang lainnya; empat lemari arsip warna hijau standar, dua lemari logam hijau, dua meja disusun bersama saling berhadapan dengan jendela, dua kilogram gula pasir Tate dan Lyle dalam karung di ambang jendela.

Ross, orang yang harus kutemui, mendongak dari tulisan yang sudah menarik perhatiannya sejak tiga detik setelah aku memasuki ruangan. Ross berkata, “Jadi sekarang,” dan batuk-batuk dengan gugup. Ross dan aku telah membuat kesepakatan yang berlangsung selama beberapa tahun ini – kami saling membenci satu sama lain. Menjadi orang Inggris, hubungan yang pedas ini berkembang dengan sendirinya menjadi kesopanan oriental.

“Duduklah. Jadi sekarang. Rokok?” Sudah kukatakan kepadanya “Tidak, terima kasih” selama dua tahun paling tidak dua kali seminggu. Kotak rokok tatahan murahan (dari pasar loak Singapura) dengan serpihan kayu kupu-kupu, melayang melintasi wajahku.

Ross adalah pegawai biasa; itu berarti dia tidak minum gin setelah pukul setengah delapan malam atau memukul wanita tanpa melepas topinya terlebih dahulu. Hidung Ross pesek panjang, kumis laksana pajangan dinding, rambut pendek yang tersisir rapi, dan kulit warna roti tawar Hovis.

Telepon warna hitam berdering. “Ya? Oh kamu, Sayang.” Ross mengucapkan setiap kata tanpa sama sekali menaruh perbedaan pada intonasi suara. Sejujurnya aku ingin langsung pergi karena orang ini kampret betulan.

 

Tuesday, December 28, 2021

MEMBUAT ILUSTRASI DENGAN HUION INSPIROY H640P



Saya menggunakan pen tablet Huion Inspiroy H640P antara lain untuk membuat komik dan ilustrasi. Biasanya pen tablet ini saya pergunakan untuk memberi pewarnaan pada komik saya, sementara untuk ilustrasi hanya sampingan saja.

Nah, berikut cara saya membuat ilustrasi dengan menggunakan pen tablet Huion ini. Jelas tentunya kita menyambungkan dulu pen tablet ke komputer atau laptop kita. Jika sudah tersambung dan aktif, kita segera membuka software adobe photoshop, lalu buatlah lembar kerja. Saya membuatnya dengan ukuran A4 alias 21 x 29 dalam ukuran sentimeter dengan resolusi 600 dpi. Memang besar ukuran filenya, tapi saya nekat saja.

Untuk membuat ilustrasi, saya memilih alat Paint dengan ukuran kecil dan warna hitam. Pertama saya membuat rambutnya dulu, terus wajah, berlanjut dengan leher dan separuh badan bagian atas, terutama pundak, lengan dan dada. Setelah ilustrasi hitam putih selesai, saya membuat satu layer di atasnya dengan mode multiply, kemudian saya mulai mewarnai dengan palet TOYO. Saya mewarnai dengan menggunakan mode screen plus airbrush biar asyik. Warna-warna saya buat secemerlang mungkin mengikuti suasana hati saya yang sedang ceria.

Setelah selesai mewarnai, tentunya kita atur biar segera bisa kita simpan. Pergunakan opsi Flatten All Images terus saya simpan dengan TIFF atau JPG dengan ukuran besar supaya file tidak pecah.

Akhir kata selamat berkarya.

Monday, December 27, 2021

MENGENALI KELEMAHAN DALAM MEMBUAT KOMIK


 

Tidak ada orang yang sempurna, termasuk juga para pembuat komik. Pasti dalam berkarya, ada saja tampak kekurangan mereka. Bagi komikus pemula seperti saya contohnya, kekurangan atau lebih tepatnya saya menyebut kelemahan saya adalah dalam membuat setting atau latar cerita. 

Ambil contoh pada diri saya sendiri. 

Saya terus terang saja sangat lemah dalam menggambarkan setting realistis, misalnya dalam membuat setting kota Yogyakarta misalnya, sehingga untuk menutupi kelemahan itu, saya berupaya keras untuk menggambarkannya secara langsung di tempat. 

Misalnya jika saya harus menggambarkan stasiun Tugu, paling tidak saya harus datang ke sana dan membawa alat gambar, lalu menggambar secara langsung, atau jika tidak saya membawa ponsel pintar milik saya dan memotret berulangkali dari berbagai sudut dan barulah setelah pulang, saya menggambarkan setting stasiun Tugu itu berdasarkan foto-foto jepretan ponsel pintar saya. 

Akurasi dan presisi gambar setting secara realistis memang mutlak adanya dan semestinya saya sebagai komikus pemula memang harus bisa melakukannya. Terus terang saja kalau anda bertanya mana setting yang lebih saya sukai dalam menggambarkannya apakah setting realistis atau setting fantastis, saya bakal menjawab yang kedua karena tiada batasan untuk menggambarkan segala anti realita yang ada. 

Sampai di sini dulu. Sampai jumpa lagi.

Sunday, December 26, 2021

MENEBAK ALUR CERITA FILM THE BATMAN



Setelah berulangkali mengalami penundaan karena pandemi, film The Batman karya sutradara Matt Reeves akhirnya bakal tayang pada bulan Maret 2022 mendatang. Tentu saja banyak rumor yang beredar mengenai bagaimana alur cerita di film terbaru ksatria Gotham ini. Nah, saya sekarang ingin ikut menebaknya berdasarkan fakta bahwa film ini merupakan adaptasi komik kreasi Jeph Loeb dan Tim Sale yang berjudul Batman The Long Halloween.

Sebenarnya komik ini juga merupakan sumber kisah dari trilogi film Batman karya Christopher Nolan beberapa tahun yang lalu, tetapi Matt Reeves tampaknya melakukan proses adaptasi secara berbeda, mungkin dengan pendekatan yang lebih istimewa.

Dari beberapa trailer yang telah beredar secara resmi, tampak jelas bahwa musuh utama Batman dalam film ini adalah The Riddler. Tokoh jenius ini sebenarnya pernah tampil dalam film Batman Forever karya sutradara Joel Schumacher tahun 1995 lalu, tapi lain dulu lain sekarang, karena The Riddler versi Matt Reeves adalah The Riddler yang bukan saja jenius, tetapi juga sungguh brutal, terutama jika kita melihat adegan di trailer.

Selain The Riddler, ada juga Penguin yang tampaknya merupakan salah satu tangan kanan atau anak buah atau mungkin partner kerja The Riddler dalam menggegerkan Gotham. Kemudian munculnya Catwoman tampaknya membuat suasana menjadi lebih mencekam sehingga lebih sulit menebak alur cerita film ini bakal ke mana nantinya.

Apakah Matt Reeves bakal membuat trilogi juga untuk film The Batman versi dirinya ini? Tergantung dari sambutan penonton di bioskop tampaknya. Robert Pattinson tampak begitu meyakinkan dalam peran gandanya sebagai Batman dan tentunya Bruce Wayne dan kelihatannya, Pattinson yang akan menjadi ujung tombak film ini. Namun kita tidak bisa mengesampingkan peranan Jeffrey Wright sebagai Komisaris Polisi James Gordon, Zoe Kravitz sebagai Selina Kyle alias Catwoman, Andy Serkis sebagai Alfred Pennyworth, serta pastinya Paul Dano sebagai The Riddler dan Colin Farrell sebagai Penguin.

Mari kita bersama menantikan keseruan The Batman karya Matt Reeves beberapa bulan lagi.

Saturday, December 25, 2021

10 ALASAN ANDA HARUS MEMBACA KOMIK TINTIN

10 ALASAN ANDA HARUS MEMBACA KOMIK TINTIN


Tokoh utama komik ini adalah seorang wartawan petualang yang imut menggemaskan dan berjambul rambutnya, tapi ternyata tangguh dan pantang menyerah, serta seorang penyayang binatang nomor satu sedunia.


Berbagai genre masuk ke dalam komik ini, bukan hanya petualangan dan aksi, tetapi juga misteri dan juga komedi. Minus romansa.


Tiada unsur EROTISME di komik ini. Saya tidak tahu apakah ini karena Herge mau bermain aman atau karena beliau lebih akrab di zona nyaman.


Gambar gaya garis bersih atau clear line atau ligne claire yang meniadakan unsur bayangan atau arsiran yang berpadu dengan latar belakang yang realistik hingga membuat kita sebagai pembaca merasa aman untuk berpetualang bersama Tintin tanpa mengantuk sedikit pun.


Kapten Haddock dengan kebaikan hatinya plus kebringasan umpatannya yang quotable, duet detektif kembar Thompson yang terbolak-balik kata-katanya, Profesor Calculus dengan seragam hijau dan pendulum ajaibnya yang jenius, serta Nestor sang pelayan yang loyal dan setia. Plus Snowy yang perkasa.


Rastapopoulos dan Muller, duo antagonis yang bajinguk jahatnya.


62 halaman komik yang pasti akan membuat anda terpingkal-pingkal saking kebangetan lucunya.


Bila anda sudah selesai membaca komik ini, pasti anda akan ketagihan membacanya ulang lagi dan lagi sehingga berakibat kucelnya komik ini saking banyaknya anda baca.


Penerjemahan yang luar biasa mantap dan hebat.


Ulangi lagi dari nomor 1 sampai 9.


Thursday, December 23, 2021

JENDELA

 


Aku duduk bersandar di kursiku sambil menghadap jendela lantai dua rumahku yang terbuka pukul delapan malam itu. Angin malam yang dingin tidak menghalangiku untuk mengamati rumah para tetanggaku di kompleks perumahan pinggiran kota yang lumayan ramai. Aku bersyukur tidak hujan karena kalau hal itu terjadi, aku tidak bisa memuaskan rasa penasaranku terhadap para tetanggaku. Kenapa aku tertarik pada mereka semua? Jangan bertanya begitu kepadaku.

Istriku Linda melangkah mendekatiku, lalu memegang pundakku. “Siapa yang kamu amati sekarang?” tanyanya begitu halus dan lembut layaknya sutra.

“Tuan dan Nyonya Morton di tenggara. Mereka berdua musisi. Tuan Morton seorang pianis, sementara Nyonya Morton bernyanyi. Mereka baru pindah kemari dua minggu yang lalu.”

“Dari sini memang kelihatan jelas.” Linda mendehem sambil mengambil kursi dan duduk di sampingku. “Boleh kutemani?”

“Memang seharusnya begitu.”

“Apa Louis sudah menelponmu tadi sore?”

“Sudah. Dia bilang tidak perlu khawatir. Pekerjaan baru sudah menungguku minggu depan.”

“Bagus sekali, lalu sekarang kamu menghabiskan waktumu dengan mengamati para tetangga tanpa pernah puas sama sekali?”

“Aku menyukai para tetanggaku.”

“Aku tidak mengerti maksud kamu, John.”

“Sudah kubilang kalau kau harus memanggilku Jeff.”

“Nama kamu Jonathan Jeffries. Dari nama kamu itu, aku boleh saja memanggilnya sesukaku. John lebih nyaman bagi lidahku daripada Jeff.”

Denting piano dari Tuan Morton menghentikan percakapan kami, setelah itu kami makin terbius mengamati setelah Nyonya Morton mulai bernyanyi dengan suara oktafnya yang tinggi sekali.

“Semoga kaca jendela kita tidak pecah.” kata Linda sambil merangkulku.

“Tidak mungkin. Nyonya Morton bukan Bianca Castafiore.”

Linda tertawa sambil mempererat rangkulannya kepadaku.

 

KUPAS LAGU YOU'RE MY WORLD



Salah satu film horor yang saya sukai di penghujung tahun 2021 ini adalah Last Night in Soho karya sutradara eksentrik Edgar Wright. Namun saya tidak akan membahas kisah film ini. Yang akan saya kupas adalah salah satu lagu tema film ini yang menurut saya begitu penting dalam alur cerita. Lagu yang saya maksud tentu saja adalah You're My World. Di antara sejumlah lagu yang mengiringi film ini, lagu inilah yang menurut saya paling menonjol dan seperti menggiring penonton untuk masuk ke dalam alur cerita horor psikologis yang begitu lembut di awal tapi sangat menakutkan di akhir.

Lagu ini menggambarkan luapan perasaan seorang gadis kepada kekasihnya. Sang gadis sangat mencintai sang kekasih dan menganggap dunia ini adalah wujud nyata cinta mereka berdua. Dengan demikian, apabila cinta mereka tidak dapat bersatu, maka dunia pun bakal hancur lebur. Berlebihan? Tidak juga. Sang gadis mencintai sang kekasih sepanjang hari, siang dan malam. Bagi semua orang, mereka semua hanya menatap bintang-bintang di langit, tapi bagi sang gadis, bintang-bintang itu bersinar terang begitu indah di mata kekasihnya dan saat matahari muncul menggantikan bulan, pohon-pohon tumbuh tinggi menjangkau langit dan matahari tentunya, makin menguatkan cinta sang gadis kepada kekasihnya itu.

Begitu indahnya lagu yang pertama rilis tahun 1964 dan jug merupakan single hit pertama penyanyi kondang Inggris saat itu, Cilla Black. Banyak penyanyi lain yang juga mempopulerkan lagu ini beberapa tahun kemudian seperti Tom Jones, kemudian Helen Reddy, serta tentunya yang cukup populer di Indonesia, grup musik Guys and Dolls yang dimotori oleh vokalis utamanya Dominic Grant.

Pendek kata, You're My World adalah lagu yang paling berkesan bagi saya tahun 2021 ini.

TENTANG FREE GUY



Sebuah film hiburan ala Hollywood yang ternyata sungguh memuaskan. Sutradara Shawn Levy dan aktor utama film ini yaitu Ryan Reynolds rupanya berhasil mencapai tujuan mereka berdua. Berdurasi 115 menit, film ini merupakan film dengan kisah orisinal yang artinya bukan remake, reboot, sequel, prequel, atau pun adaptation dari berbagai sumber media lain entah itu serial televisi, sandiwara radio, drama teater, cerita pendek, novel, maupun wahana permainan. Namun pengaruh dari game-game seperti Sim City, Liberty City, maupun Free Fire dan juga Grand Theft Auto tampak jelas.

Guy adalah seorang pria baik hati dan penuh cinta, selalu saja setiap harinya melakukan rutinitas berupa bangun pagi, mandi, menyapa Goldie sang ikan emas piaraan, makan sereal sambil menonton berita di televisi, terus saat berangkat kerja selalu menggunakan baju biru dan celana khaki serta dasi bermotif garis perpaduan warna biru dan khaki. Guy tidak merasa bahwa hidupnya monoton, apalagi dia punya sahabat bernama Buddy yang selalu saja ceria. Masalah mulai timbul saat Guy bertemu dan jatuh cinta kepada gadis tangguh bernama Molotov Girl. Apa yang akan Guy lakukan? Diam saja membiarkan cintanya merana atau mencoba merebut hati Molotov Girl sambil berpetualang dalam misi berbahaya bersamanya?

Cerita ringkas dan padat dengan bumbu plot twist yang membuat air mata berlinang saking indahnya. Adegan aksi yang luar biasa, komedi yang kocak serta kehadiran cameo yang menyegarkan mata membuat Free Guy menjadi film favorit saya sepanjang tahun 2021 ini.

Oh ya, ilustrasi gambar adalah karya Fan Art saya pribadi.

CUPLIKAN KISAH HANTU HUTAN

       


       Hari Minggu tanggal 24 Oktober 2021 tepat pukul 20.21 WIB, Om Kaftan Karamba menelponku. Om Kaftan ini adalah sahabat baik almarhum ayah dan almarhumah ibuku karena ketiganya satu kelas sewaktu kuliah di Sorbonne dulu.

“Apa kabarmu, Werku? Masih ingat sama Om?”

“Kabar baik, Om Kaftan.”

“Werku, aku minta tolong.”

“Tentu, Om.”

“Datanglah kemari, ke rumahku. Masih ingat rumahku?”

“Masih, Om.”

“Ajak Wulan bersamamu.”

“Tentu, Om.”

Lalu kudengar suara teriakan panjang penuh kesakitan dan sambungan terputus. Aku menatap ponsel pintar milikku karena tidak mempercayai apa yang terjadi. Terdengar dengungan pendek, satu pesan Whatsapp masuk, memperlihatkan sebuah gambar warna hitam dengan tulisan kapital tepat di tengah-tengah.

“HANTU HUTAN”

Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan sekarang. Ini rumit sekali menurutku. Terus terang aku sudah agak mengantuk, tapi demi Om Kaftan, tampaknya akan kuberanikan diriku menyetir. Modal nekat ini namanya.

“Siapa yang telepon, Kangmas?” suara merdu itu membuatku terhenyak. Suara istriku selama delapan tahun ini tentunya.

“Om Kaftan meminta kita ke rumahnya sekarang ini juga.”

“Tidak masalah sebenarnya. Kangmas tahu rumahnya tidak?”

Aku menggeleng pelan. Om Kaftan terakhir tinggal di Cibubur lima tahun lalu, tapi sekarang sudah pindah entah ke mana.

“Kalau begitu tunda dulu saja. Bagaimana kalau besok pagi?”

“Rasanya aneh. Ini pertama kali kita tidak langsung mengiyakan permintaan Om Kaftan.”

“Di tengah pandemi Covid-19 seperti ini, situasi memang sangat rumit, Kangmas.”

“Diajeng, tadi aku mendengar suara jeritan Om Kaftan. Aku takut terjadi apa-apa.” Aku memperlihatkan pesan whatsapp pada istriku yang memekik tertahan.

“Kangmas, ini gawat. Kita … harus ke sana sekarang. Kalau Kangmas mengantuk, biar aku saja yang menyetir.”

“Kita pakai mobil yang mana ke sana?”

“Pakai Honda Jazz yang lama saja, Kangmas. Alamatnya di mana ini Om Kaftan? Coba Kangmas telusuri lewat whatsapp kayaknya bisa dapat alamatnya.”

“Yang jelas bukan Cibubur.” kataku menelusuri data dalam whatsapp, berusaha mencari keterangan melalui postingan terakhir yang aku terima. Aku kaget mengetahui bahwa Om Kaftan ternyata menelpon dari tempat yang dekat dari rumahku ini.

“Om Kaftan saat ini berada di Hotel Micronium seberang Slipi Jaya. Kita tinggal berjalan kaki saja ke sana, Diajeng.”

“Sedang apa Om Kaftan di sana, Kangmas?”

“Kuharap aku tahu.”

“Kangmas, kita lewat jembatan penyeberangan atau langsung menyeberang saja?”

“Lewat koridor Trans Jakarta saja.”

Istriku tertawa sambil memelukku. “Mari kita berganti baju dulu.”

 

 

 

Tuesday, December 21, 2021

CONTOH KOMIK SAYA



Sangat tidak mudah untuk membuat komik, jadi jangan pernah mengira kalau tiada perjuangan dalam pembuatannya. Saya dulu tidak bisa membuat komik, jadi saya memaksakan diri untuk membuatnya dengan membeli 1 rim kertas A4, waktu itu mereknya Sinar Dunia. Bukan merek sebenarnya yang menjadi alasan tapi kemauan untuk membuat komik. 

Jadi singkat cerita, mari kita membuat komik secara singkat. Sebuah komik pendek yang bisa saja nanti berkembang menjadi komik panjang, jika saya mampu dan punya waktu.

Tentu kita membutuhkan kertas, dalam hal ini saya memakai kertas sketsa tebal A4 di atas 100 gram tapi kurang dari 300 gram, terus saya memakai pensil faber castell berbagai ukuran, drawing pen (dalam hal ini saya memakai sakura pigma micron dan staedtler berbagai ukuran mulai dari 0,05, 0,1, hingga 0,8),  terus dengan kuas Reeves, tinta bak Yamura, juga dengan laptop dan program Adobe Photoshop sebagai software pengolah gambar yang nanti kita pindai secara digital. Terus kita juga membutuhkan bantuan Pen Tablet, di mana saya memakai Huion H640P yang kebetulan bujetnya terjangkau.

Nah setelah selesai saya buat dan saya pindai dengan mesin pemindai, tentu gambar sudah berbentuk digital. Sebenarnya saat memindai, sebaiknya kita memakai resolusi yang tinggi atau lebih dari 600 dpi tapi hal itu jelas membuat filenya berukuran sangat besar. Oleh karena itu saya memakai resolusi 300 dpi supaya filenya lebih ringan.

Dari file gambar bermode Grayscale, kemudian saya ubah dan saya tajamkan dengan proses adjustment levels dengan ukuran sebagai berikut yaitu 93 - 1.00 - 233, sehingga gambarnya menjadi sangat tajam berikut warna hitamnya. Berlanjut dengan proses pewarnaan dengan pen tablet. Untuk palet warna, saya menggunakan TOYO, terus saya hanya menggunakan satu layer dengan mode multiply di atas background yang terkunci supaya proses pewarnaannya tidak memberatkan komputer saya.

Marilah kita memulai pewarnaan, mulai dari proses flatting atau proses memberikan warna dasar ke semua gambar, usahakan tidak ada warna yang sama, pakai perasaan anda saat mewarnai, ingatlah teori warna kalau bisa. Setelah semua berwarna dasar yang berbeda-beda, mari kita mulai proses pemberian bayangan atau area gelap yang tidak terkena cahaya. Jika sudah mari kita memberikan highlight di setiap gambar. Begitu usai, tambahkan special effects seperlunya yang penting berkaitan dengan cerita, jadi tidak perlu berlebihan, usahakan secara alami pokoknya.

Langkah terakhir kita melakukan proses Flatten All Images terus kita simpan dengan memakai format TIFF atau kalau tidak menggunakan JPG dengan kompresi tertinggi supaya filenya tajam dan tidak berkurang kualitasnya.

Akhirnya, saya mengucapkan selamat berkarya untuk anda semua.

KOMIK DEWASA DAN PENGARUHNYA



Apa persamaan Vertigo dengan Level Comics? Tentunya paling tidak ada satu persamaan yaitu kedua penerbit ini, satu di Amerika dan satu lagi di Indonesia sama-sama menerbitkan komik dengan pangsa pasar dewasa berusia delapan belas tahun ke atas atau lebih. Vertigo yang merupakan lini penerbitan komik dewasa DC Comics sudah berhenti sekarang, sementara Level Comics masih terus berproduksi, malah sekarang bertambah satu lagi penerbit komik dewasa Indonesia yakni Akasha yang merupakan lini penerbitan komik dewasa M&C Comics Gramedia. Seberapa besar sebenarnya pangsa pasar komik dewasa, terutama di Indonesia?

Tunggu sebentar, mari kita simak apa anggapan orang dewasa di Indonesia untuk komik. Mungkin sebagian besar orang dewasa di Indonesia berkata bahwa komik itu untuk anak kecil dan tidak cocok untuk dewasa karena memang komik itu harus lucu, ceritanya harus seringan mungkin sehingga tidak memungkinkan untuk berpikir, juga banyak adegan aksi yang mendominasi cerita, paling tidak komik itu harus ringan dan menghibur. Ringan dan menghibur adalah kunci untuk membuat komik yang tampaknya bisa sukses dan menarik sebagian besar atensi dari semua orang baik pecinta komik maupun pembaca biasa.

Bagaimana kalau komik untuk orang dewasa? Tentunya bukan komik yang ringan dan menghibur tapi mungkin komik yang menyajikan jalan cerita yang rumit dan membutuhkan konsentrasi penuh untuk membaca, serta dengan penyajian gambar yang jelas jauh dari kesan cerah ceria riang gembira penuh warna.

Sekarang saya hanya mengatakan fakta. Saya sebagai orang dewasa yang suka sekali bahkan hobi membaca, bekerja di kantor dari jam sembilan pagi sampai jam lima sore belum lagi jika mendapat jatah lembur kerja. Ketika pulang kerja sampai di rumah untuk mandi dan beristirahat serta ingin mendapat hiburan, apakah cocok jika membaca komik untuk orang yang seusia saya? Belum tentu karena mungkin adanya tekanan dalam pekerjaan dari pagi hingga sore, tentunya kita membutuhkan bacaan dalam hal ini komik yang cerita dan gambarnya ringan menghibur serta cerah ceria, paling tidak sebagai katalisator kita hari ini. Apa yang terjadi jika bacaan saja malah komik dewasa dengan cerita berat dan gambar kelam? Bisa jadi saya malah tambah tertekan. Belum tentu juga. Jika waktu kita bekerja lima hari dalam seminggu dan kita libur hari Sabtu dan Minggu, maka saat hari Jum’at petang tiba dan kita sudah pulang sampai ke rumah, maka bisa jadi untuk menghibur diri dan melepaskan kepenatan di akhir pekan dengan dua hari libur, kita bakal membaca komik untuk dewasa.

Membaca komik dewasa tentu berbeda sekali dengan membaca komik untuk segala usia. Boleh jadi kita malah tertegun terlebih dahulu jika di meja kerja kita terdapat sebuah buku yang ukurannya serupa novel atau kumpulan cerita pendek yang tebal tapi setelah kita buka ternyata isinya gambar semua dan bukan tulisan yang kita duga. Dari sampul depan saja mungkin kita juga terpana karena bisa jadi wujudnya impresionis dan bukan naturalis atau realistis. Terus untuk bagian isi bisa jadi gambar-gambarnya berwarna atau hitam putih. Kalau hitam putih mungkin mata kita sudah terbiasa membaca, tapi jika berwarna maka warnanya tidak secerah atau seceria komik segala usia karena warna-warna untuk komik dewasa itu biasanya suram dan muram, paling tidak menghindari adanya unsur cahaya berlebihan maupun kerlap-kerlip efek gambar yang mengkilap.

Mari kita lanjutkan ke segi cerita. Dari segi cerita, satu unsur yang biasanya ada di komik segala usia pasti tidak ada atau kalau ada tampilannya minim sekali yakni unsur humor atau komedi, segala macam hal yang lucu-lucu dan mengundang tawa. Kalaupun ada unsur humor dalam komik dewasa, maka humornya pasti sinis, bernada negatif, serta mengandung sisi kepahitan yang sangat ironis dan sarkastis, intinya humor yang bukan untuk semua orang, serta humor yang sebenarnya mentertawakan diri sendiri secara menyedihkan dan tidak menyenangkan. Lalu bagaimana dengan adegan aksi dalam komik dewasa? Nah jika dalam komik segala usia, adegan aksi sang protagonis biasanya tergambar begitu luar biasa, heroik, sekaligus ikonik, kebaikan akan mengalahkan kejahatan dan selalu begitu serta biasanya sang protagonis biasanya menang telak dan punya akhir yang sangat membahagiakan selama-lamanya tanpa terkalahkan sama sekali, maka dalam komik dewasa bisa jadi sang protagonis tidak selamat di akhir cerita, atau kalaupun selamat cenderung menderita atau memilukan nasibnya atau berakhir sedih ceritanya atau tidak jelas akhir ceritanya entah itu menggantung dalam artian membutuhkan cerita penyambung demi melihat hasil akhir sang protagonis atau malah terbiarkan penasaran bagi pembacanya. Kalau kita bandingkan dari jumlah halaman misalnya, komik dewasa seratus halaman biasanya mungkin hanya dua puluh halaman memiliki adegan aksi atau hanya sebesar dua puluh persen atau lebih sedikit, sementara komik segala usia pada umumnya dari seratus halaman memiliki paling tidak lima puluh lima halaman adegan aksi atau lebih kurang lima puluh lima persen tingkat prosentasenya adegan aksinya. Memang komik dewasa biasanya menitikberatkan adegan drama yang banyak melibatkan adegan percakapan sang protagonis dengan tokoh-tokoh pendukung kisahnya.

Selanjutnya untuk adegan romansa, tentu jelas berbeda antara komik segala usia dengan komik dewasa. Sangat berbeda, bahkan saat saya melihat sampul komik dengan label dewasa atau 18+, pikiran saya sudah membayangkan yang tidak-tidak, melanglang buana ke mana pun yang saya inginkan dan sungguh berbeda jika saya bandingkan dengan sampul komik segala usia yang biasanya menurut saya aman, nyaman, dan tenteram. Adegan romansa dalam komik dewasa pastinya terang-terangan dan apa adanya tanpa penutup apapun sehingga dengan demikian sensor pun sangat longgar dan tidak berlaku. Maaf sekali, adegan pamer susu, sodor bokong, hingga berbagai gaya gulat ranjang kenikmatan yang sangat mempesona menjadi jualan utama dan itu sesungguhnya harus mendapat pemakluman dari semua pembaca tanpa kecuali, artinya pembaca yang membaca komik dewasa harus mau menerima konsekuensinya dan bersiap menanggung segala macam resiko yang kemungkinan besar timbul setelah membaca komik dewasa.

Saya sendiri pertama kali membaca komik dewasa yaitu Fables karya Bill Willingham dan Lan Medina produksi Vertigo yang secara berani menokohkan para tokoh dunia dongeng pada setting atau latar tempat yang nyata dengan memberikan penekanan kisah yang berat mengguncang serta berbagai adegan percintaan yang berani sekali menyerempet bahaya. Sebelum membaca Fables, biasanya saya hanya membaca komik-komik untuk remaja terutama komik dengan tokoh utama Batman (dari DC Comics) dan Spider-Man (dari Marvel Comics). Setelah membaca Fables, saya malah kegirangan membaca berbagai macam komik dewasa yang berkualitas dan berpengaruh sehingga sekarang saya malah jarang sekali membaca komik segala usia karena sudah terlanjur mencandui komik dewasa.

Sebenarnya pengaruh komik dewasa itu tergantung bagaimana cara pembaca menyikapinya. Kalau tidak siap mental membaca komik dewasa, jangan harap bisa terhibur, bisa jadi malah tertekan karena ceritanya yang berat dan serius. Kehidupan memang serius dan bukan main-main meskipun kita tahu bahwa dunia yang kita tinggali ini adalah panggung sandiwara di mana segala lika-liku kisah mulai dari ringan sampai terjal dapat terjadi tanpa memandang jarak, tempat dan juga waktu. Karena itulah komik dewasa hadir ke tengah-tengah kita dan memberikan pengaruh yang luas bagi kita untuk memandang dunia seutuhnya. Dunia tidak seperti daun kelor karena dunia ini sangat luas. Beranikah anda berjalan kaki dari Jakarta menuju Alaska? Apapun jawaban anda, premis demikian bisa berlaku bagi kisah komik dewasa, bagaimana sang protagonis memulai perjalanannya dari Jakarta menuju Alaska tentu dengan segala resiko yang bisa dia tanggung, termasuk biaya hidup sepanjang perjalanan. Apakah sang protagonis tahu di mana letak Alaska sebenarnya? Bagaimana kalau sang protagonis berpikir bahwa Alaska itu ada di Antartika dan bukannya merupakan salah satu negara bagian Amerika Serikat? Jelas dengan pendekatan realistis dan alami, penceritaan perjalanan sang protagonis menuju Alaska ini bisa memakan lebih dari ratusan lembar halaman mengenai segala macam problematika protagonist sepanjang perjalanan dari Jakarta sampai Alaska. Bisa jadi jika anda sebagai pembaca tidak siap mental membaca komik dewasa dengan kisah seberat ini dan malah mengalami depresi padahal semestinya membaca komik tidak menimbulkan depresi karena niat membaca komik itu untuk menghibur diri sendiri.

Dengan demikian sudah jelas bahwa komik dewasa tidak sama dengan komik segala usia. Sampai kapan pun komik dewasa tidak bakal sama dengan komik segala usia. Bahkan jika banyak sekali pembaca yang tidak mau tahu tentang komik dewasa dan bersikeras bahwa komik itu hanya berlaku segala usia maka renungkan saja kehidupan kita. Apakah kita mau membaca komik segala usia terus meski usia kita terus bertambah dan wawasan serta pengetahuan juga pengalaman hidup kita semakin bervariasi tumbuh kembangnya. Membaca komik dewasa berarti secara tidak langsung mendewasakan diri kita juga, paling tidak dengan kisah serius dan kelam yang ada di komik dewasa, kita bisa sepenuhnya menyadari betapa variatifnya kehidupan di dunia yang kita cintai ini dan bahwa dunia tidaklah sama dari timur ke barat dan dari selatan ke utara. Bumi terus berputar, dunia tempat kita berpijak juga terus berpijar menuju akhir saat sangkakala bertiup kencang. Hingga saat yang telah ada dalam ketentuan tersebut tiba, saya kira dunia tetap membutuhkan kehadiran komik dewasa yang mau bertutur secara demikian terbuka mengenai segala hal yang membutuhkan kejujuran yang bijaksana.

Saat saya mengetik tulisan ini, saya tahu ada banyak komik dewasa yang bertebaran di mana-mana menunggu pembaca untuk membeli dan membaca, termasuk komik dewasa karya saya juga. Tidak berlebihan memang jika saya menyarankan para pembaca untuk membaca dan menelusuri lebih jauh mengenai pengaruh dan dampak komik dewasa bagi kesehatan hati dan jiwa kita. Membaca komik dewasa itu baik dan perlu.

Sekian dan terima kasih.

Seorang Superhero Spiderman



Dia berkostum merah dan biru dan dia baik hati. Kekuatannya yang luar biasa benar-benar menjadi tanggung jawabnya, setidaknya begitulah semboyan hidupnya. Peter Parker nama aslinya. Sekarang bagaimana dia bisa menjadi superhero begitu? Semua orang sudah tahu tentunya, apalagi mereka yang membaca komiknya.

Jadi bagaimana proses saya membuat Fan Art superhero yang luar biasa ini?

Pertama tentu saja membuat sketsa di kertas A4 yang cukup tebal dengan pensil Faber Castell atau Staedtler atau bisa yang lain. Bebas saja.

Kedua, setelah sketsa selesai, saya tentunya menggunakan pensil warna, dalam hal ini saya menggunakan pensil warna Faber Castell klasik.

Tiga, saya memindainya melalui scanner supaya menjadi gambar digital.

Empat, saya mengolah lagi gambar digital tersebut menggunakan software kesayangan saya Adobe Photoshop.

Lima, Sudah jadi.

Demikian sedikit prosesnya.

Semoga bermanfaat.

REVIEW FILM THE MATRIX RESURRECTIONS (2021)

Jadi pil mana yang bakal kau pilih? biru atau merah? terserah Neo. Selepas trilogi film aslinya yang sangat luar biasa, terutama dua film pe...